Informasi Gaji Perusahaan Sejabodetanek, Ketentuan Upah / Gaji Kerja Lembur di Hari Lebaran. Hari raya keagaaman, termasuk Hari Raya Lebaran seperti yang Anda tanyakan, merupakan hari libur resmi yang ditetapkan oleh pemerintah. Terkait lembur di hari libur resmi ini, ada ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan yang juga harus dicermati,  yakni pada Pasal 85 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yang berbunyi:

(1) Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
(2) Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.
(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
(4) Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Keputusan menteri yang dimaksud dalam Pasal 85 ayat (4) UU Ketenagakerjaan di atas adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-233/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus (“Kepmenakertrans 233/2003”), yakni pada Pasal 3 ayat (1). Pekerjaan-pekerjaan yang dimaksud lihat di (Cara Penghitungan Upah Lembur)

Kemudian, menurut Pasal 3 ayat (2) Kepmenakertrans 233/2003 menteri dapat mengubah jenis pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan.

Jika pekerja/buruh tersebut bekerja pada bidang-bidang yang disebut dalam Pasal 3 ayat (1) Kepmenakertrans 233/2003 di atas, maka pengusaha bisa mempekerjakan pekerja/buruh tersebut pada hari libur resmi, yakni hari raya keagamaan. Akan tetapi, jika pekerja/buruh tersebut melakukan pekerjaan di luar bidang-bidang pekerjaan yang disebut dalam Pasal 3 ayat (1) Kepmenakertrans 233/2003, ia tidak wajib bekerja pada hari raya keagamaan.

Jadi, dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada saat hari raya keagamaan harus mengacu pada Pasal 3 Kepmenakertrans 233/2003 yang kami sebutkan. Selain itu, dalam mempekerjakan pekerja/buruh tersebut harus ada persetujuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan dan pengusaha wajib memberikan upah kerja lembur kepada pekerja/buruh.

Kemudian, sebelum menjawab spesifik mengenai upah kerja lembur, terlebih dahulu kami menyampaikan ketentuan lembur yang terdapat dalam Pasal 78 UU Ketenagakerjaan:

(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
a.    ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b.    waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

(2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.

Selain itu, penting pula sifatnya mengetahui apa yang dimaksud dengan waktu kerja lembur itu. Menurut Pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP-102/MEN/VI/2004 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur (“Kepmenakertrans 102/VI/2004”), waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1(satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau 8 (delapan) jam sehari dan 40(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau waktu kerja padahari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah.

Untuk mengetahui besarnya upah kerja lembur di saat hari raya keagamaan yang harus dibayar oleh pengusaha, maka kita berpedoman pada Pasal 11 huruf b dan huruf c Kepmenakertrans 102/VI/2004. Oleh karena hari raya keagamaan merupakan hari libur resmi yang ditetapkan oleh pemerintah, maka kami akan spesifik menjelaskan mengenai perhitungan upah kerja lembur yang dilakukan pada hari libur resmi.


Pasal 11 huruf b dan huruf c Kepmenakertrans 102/VI/2004 yang mengatur perhitungan upah lembur saat hari libur resmi ini membagi cara penghitungan upah kerja lembur menjadi dua bagian:

1. apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja 40 (empat puluh) jam seminggu maka:

a. perhitungan upah kerja lembur untuk 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, dan jam kedelapan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur kesembilan dan kesepuluh 4 (empat) kali upah sejam;

b. apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek perhitungan upah lembur 5 (lima) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam keenam 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur ketujuh dan kedelapan 4 (empat) kali upah sejam.

2. apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 5 (lima) hari kerja dan 40 (empat puluh) jam seminggu, maka perhitungan upah kerja lembur untuk 8 (delapan) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam kesembilan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam kesepuluh dan kesebelas 4 (empat) kali upah sejam.

Dasar hukum:
1.    Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2.    Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-233/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus
3.    Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP-102/MEN/VI/2004 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur
 Sumber: Hukum Online